Sebagai seorang muslim, kita harus berusaha untuk mengerti, memahami, serta mengamalkan “ukhuwwah Islamiyah” yang benar sesuai dengan Al-qur’an dan Hadits. Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a yang artinya:
“Janganlah saling mendengki, saling menipu, saling mmembenci, saling memutuskan hubungan dan janganlah sebagian kamu menyerobot transaksi sebagian yang lain,jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu saudara muslim yang lain, tidak boleh mendhaliminya, membiarkannya (tidak memberikan pertolongan kepadanya), dan tidak boleh menghinakannya. Taqwa itu berada berada di sini, beliau (Rasulullah) menunjuk dadanya tiga kali. Cukuplah seorang (muslim) dianggap (melakukan) kejahatan karena melecehkan saudara muslimnya. Setiap muslim atas muslim yang lain haram darahnya, hartanya dan kehormatannya”. (Hadis Arba’in : 25)
Hadits diatas mengajarkan kepada kita sebagian syarat-syarat ukhuwwah Islamiyyah yang harus dipenuhi oleh setiap muslim, diantaranya:
1. Tidak saling mendengki. Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya, Jami’ul Ulum wal Hikam, mengatakan: “Dengki yaitu perasaan tidak suka kalau ada orang lain mengunggulinya dalam salah satu keutamaan yang dimilikinya”. Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad Hayat As-Sindi dalam kitab Syarh Arba’in Nawawiyah menulis: “Tidak boleh sebagian diantara kamu mengharapkan lenyapnya kenikmatan dari sebagian yang lain, karena perbuatan itu akan menjadikannya ingkar terhadap Allah, yaitu terhadap apa-apa yang telah Allah bagi dan tentukan dengan hikmah dan ketentuan-Nya. Dengki itu dapat menyebarkan permusuhan, ghibah dan namimah. Orang yang suka mendengki itu hatinya selalu sedih dan gundah, sebab dia akan selalu tersiksa oleh perbuatannya setiap kali melihat orang yang didengkinya mendapat kenikmatan”.
2. Tidak saling menipu. Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya Jami’ul Ulum wal Hikam berkata, :”Banyak sekali ulama yang menafsirkan kata ‘an-najsy’ di sini dengan arti meninggikan penawaran harga barang yang dilakukan oleh orang yang tidak akan membelinya, mungkin untuk memberikan manfaat bagi penjual dengan adanya tambahan harga, atau untuk mencelakakan pembeli dengan meninggikan harga yang harus dibayar”. Ibnu Abi Aufa berkata, “Pelaku tipu menipu (seperti ini) adalah pemakan riba dan pengkhianat”.
3. Tidak saling Membenci. Asy-Syaikh Al’Allamah Al-Imam Muhammad Hayat As-Sindi berkata: “Janganlah kalian melakukan apa yang akan menyebabkan saling membenci karena itu akan menyebabkan bermacam-macam kerusakan di dunia dan bencana di akhirat”. Al-Imam Al-Hafidh Rajab Al-Hambali berkata: “Sesama muslim dilarang saling membenci dalam hal selain karena Allah, apalagi atas dasar hawa nafsu, karena sesama muslim itu telah dijadikan Allah bersaudara dan persaudaraan itu saling cinta bukan saling benci.”
4. Tidak saling memutuskan hubungan (Silaturrahim). Ibnu Daqiqil ‘Ied berkata: “Makna ‘tadabbaru’ adalah saling bermusuhan, dan ada pula yang mengatakan saling memutuskan hubungan karena masing-masing saling membelakangi.” As-Sindi berkata: “Tidak diperbolehkan sebagian kalian berpaling dari sebagian yang lain, tetapi seharusnya kalian menghadapi mereka dengan wajah berseri-seri, hati yang bersih dari kedengkian dan permusuhan serta dengan tutur kata yang manis.” Memutuskan hubungan yang dimaksud di siniadalah dalam masalah duniawiyah. Adapun dalam masalah diniyah dibolehkan memutuskan hubungan lebih dari tiga hari sebagaimana dilakukan Imam Ahmad dll., seperti terhadap ahli bid’ah, kaum munafik dan yang mengajak memperturutkan hawa nafsu.
5. Tidak menyerobot Transaksi Saudara Sesama Muslim. As-Sindi berkata, “Ada salah seorang diantara kamu mengatakan kepada orang yang menawar dagangan orang lain, ‘tinggalkanlah, aku akan jual kepadamu dengan harga yang lebih murah’, atau mengatakan kepada orang yang hendak menjual dagangannya kepada seseorang, ‘tinggalkanlah, aku akan membeli darimu dengan harga yang lebih tinggi’.”
Semua perbuatan diatas menafikan ukhuwwah Islamiyah, karena seorang mukmin itu mencintai untuk saudaranya seperti untuk dirinya. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudra.
Hendaklah setiap orang diantara kita melakukan mu’amalah ukhuwwah (persaudaraan) dengan sebenar-benarnya dengan carta menghendaki kebaikan untuk saudaranya sebagaimana menghendaki kebaikan untuk dirinya, dan membenci kejahatan yang ada pada saudaranya seperti membenci kejahatan itu menimpa dirinya.
Ibnu Rajab mengatakan: “Di dalam lafadh itu menunjukkan bahwa mereka meninggalkan saling mencengki, menipu, membenci, memutuskan hubungan silaturrahmi dan menyerobot transaksi saudaranya, dengan demikian mereka bersaudra. Dalam hadits ini juga diperintahkan untuk mencari apa saja yang dapat menjadikan orang-orang muslim bersaudara secara mutlak. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain”.
Seorang muslim tidak boleh merusak jiwa, harta dan kehormatan seorang Muslim lainnya. Diantara pesan Rasulullah dalam haji Wada’ adalah: “Sesungguhnya harta, darah dan kehormatan kamu haram atas kamu seperti kemuliaan harimu ini dalam bulanmu ini di negerimu ini.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Banyak sekali nash yang menunjukkan tentang larangan seorang Muslim menganggu Muslim lainnya. Kesemuanya tidak terbatas pada waktu dan tempat. Allah SWT menjadikan orang-orang mukmin bersaudra agar mereka saling kasih mengasihi dan sayanbg menyayangi.
Demikian beberapa syarat-syarat ukhuwwah yang harus di penuhi oleh setiap muslim yang ingin mencapainya. (Wallahu a’lam)
Achmad Nasich Machmud; Alumni Ponpes An-Nur Ngrukem Pendowoharjo Bantul DIY. Dimuat di majalah berkala Serambi Pesantren Edisi 15 Tahun IV, Maret-April/2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar